Sejarah Pondok Pesantren Darul Istiqomah

Pendiri

Abdul Hamid Saifuddin Zuhri Al Musyafa, adalah pendiri dan pengasuh pondok pesantren Darul Istiqomah hingga saat ini. Beliau terlahir dari garis keturunan Kyai Taslim Ngablak yang merupakan salah satu cucu dari Jaka Tingkir. Putra kedua dari pasangan K. Syathibi dan Nyai Siti Khodijah ini lahir sekitar Tahun 1962 M. Ayah beliau K Syathibi adalah seorang kyai di desa Janar Nglumber yang terkenal zuhud dan tawaddlu.

Sejak kecil Ka’ Fud (sapaan akrab KH Saifuddin waktu muda) terkenal cerdas dan pemberani. Waktu mudanya dihabiskan untuk menimba ilmu dari beberapa Kyai di berbagai daerah. Diantara para guru beliau adalah Mbah Shoim pengasuh Ponpes Tanggir. Tak aneh bila nantinya dalam usia yang relatif muda (20 Tahun) Ka’ Fud telah menjadi seorang ulama yang mampu mendirikan sebuah pesantren sendiri.

Periode Rintisan

Tahun 1980-an, K Saifuddin Zuhri mulai merintis pesantrennya. Berawal dari langgar kecil yang beliau buat sendiri, langgar bambu yang hanya muat ditempati beberapa santri yang rutin ngaji mbajak pada beliau. Tak banyak memang santri yang ngaji. Hanya beberapa anak yang juga adalah teman teman beliau sendiri.

Karena ketertarikan para santri dan masyarakat sekitar terhadap keilmuan dan cara penyampaian beliau, seolah menjadi magnet tersendiri hingga masyarakat mulai mengenal dan berbondong bondong menimba ilmu pada beliau. Satu dua santri mulai bermukim di langgar milik Ka’ Fud.

Selama mengurus beberapa santrinya ini, beliau masih aktif ngaji mbajak di Mbah Mad Langitan. Naik sepeda pancal dari Janar ke Langitan beliau alami setiap hari demi menambah penguasan ilmu dan tabarrukan.

 

Periode Assulaiman (1984 – 1994)

Pesantren yang berlokasi di Dusun Janar Desa Nglumber Kepohbaru Bojonegoro ini diberi nama “ASSULAIMAN”. Nama yang terinspirasi dari nama salah satu kakek buyut beliau, Mbah Yai Sulaiman.

Ponpes Assulaiman berkembang pesat tanpa bisa dibendung. Ratusan santri berdatangan dari berbagai daerah untuk bermukim menimba ilmu pada K Saifuddin. Hingga pada puncaknya tahun 1988 komplek asrama Ponpes Assulaiman yang berdiri diatas lahan hanya seluas 1 hektare ini tak mampu lagi menampung santri baru yang terus bertambah.

Hal ini sangat wajar karena selain mengajar ngaji di Ponpes Assulaiman, K Saifuddin juga aktif menghadiri undangan sebagai penceramah di berbagai daerah dalam berbagai acara. Beliau juga terkenal dengan ilmu kejadugannya.

Seperti sebuah keniscayaan. Tak ada satu nabi atau rasul pun yang tidak menerima ujian berat dari Allah. begitu pula ulama sebagai warotsatul anbiya (pewaris para nabi) juga selalu menghadapi berbagai ujian dan rintangan dalam usaha dakwahnya. Tahun 1994 Mbah Yai Saifuddin terpaksa menutup pesantrennya. Semua santri dipulangkan diserahkan pada orang tua masing masing. Ada suatu masalah besar yang membuat K Saifuddin berkeputusan untuk tidak meneruskan Pesantren Asssulaiman di desa Janar Nglumber. “Pondok harus dibubarkan” putusnya.

Hijrah dan berbagai rintangannya

Beliau bertekad untuk hijrah bersama keluarganya dari Janar demi misi memperjuangkan Agama. Tanpa bekal apapun tanpa dukungan dari siapapun beliau dengan langkah pasti menginjakkan kaki keluar dari Janar. Atas dasar sebuah petunjuk (isyarah), Mbah Yai memutuskan untuk menempati sebidang tanah kosong tak layak huni (tanah rawan banjir dikelilingi jublang/rawa dan pohon pohon besar) di Desa Woro Kepohbaru. Hanya berjarak 200 meter dari bekas lokasi ponpes Assulaiman Janar.

Keluarga beliau yang waktu itu baru dua istri, Nyai Mukhotimatun dan Nyai Kasiroh, dengan empat putra dari istri pertama, untuk sementara waktu harus tinggal dirumah Ayah mertuanya. Sementara beliau tinggal seorang diri di lahan kosong dengan satu bangunan berukuran 2×3 meter yang menjadi cikal bakal Pesantren baru.

Tempat ini dianggap angker oleh warga sekitar. Konon selama beberapa waktu beliau harus memindahkan satu persatu penghuni lahan itu yang terdiri dari bangsa jin. Sambil mempersiapkan segala sesuatunya hingga layak dihuni.

Keputusan beliau untuk menutup Ponpes Assulaiman Janar dan berhijrah ini menuai badai protes dari berbagai kalangan. Tak satupun dari keluarga, kerabat, maupun santri santri beliau yang setuju. Bahkan banyak diantara mereka yang menganggap beliau “gila”. Mereka juga menyebar fitnah di sana sini bahwa beliau telah durhaka pada orang tua.

Tak satupun dukungan didapatkan dari kerabat maupun santri. Adalah Kang Tafakun satu satunya santri yang setia menemani Mbah Yai, mengikuti hijrah beliau ke Woro. Santri dari Desa Cengkir ini dengan ikhlas meng-khodam-kan dirinya kepada Mbah Yai selama beliau dalam ujian besar.

Tahun pertama di desa Woro bersama keluarga terasa sangat berat. Gubuk kecil dari bambu yang beliau tempati sering dilanda banjir hingga lantainya yang hanya berupa tanah harus berubah menjadi lumpur. Keempat putra putrinya harus tidur dilantai tanah dengan alas seadanya. Ditambah badai fitnah yang belum kunjung mereda membuat kehidupan beliau seolah berada dalam pengasingan. Suasana ini terus berlanjut hingga lebih dari satu tahun.

Error creating thumbnail: Unable to save thumbnail to destination

 

Periode Darul Istiqomah (1996 – sekarang)

وَقُلْ جَاء الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا (الإسراء :81) ـ

BECIK KETITIK OLO KETORO

“Wa qul jaa’a al haqqu wa zahaqo al bathil inna al baathila kaana zahuuqo, becik ketitik olo ketoro“. Itulah semboyan yang selalu beliau gembor gemborkan disetiap saat. Dengan yakin bahwa apa yang beliau lakukan adalah sebuah kebenaran. Sedangkan setiap kebatilan yang menghalanginya akan dibinasakan oleh Allah swt. Tanpa ada ragu sediki pun.

Tahun kedua di Woro mulai menunjukkan tanda tanda cerah. Allah swt dengan Kehendak dan Kuasa-Nya menunjukkan beberapa bukti nyata kebenaran tindakan Mbah Yai. Satu persatu santri pun berdatangan memohon maaf dan mengakui kesalahan mereka. Kini Mbah Yai memulai lagi kegiatan ngajinya. Ada beberaapa kegiatan ngaji yang mulai diikuti beberapa santri mbajak.

Dengan modal seadannya masyarakat sekitar terus membantu menyiediakan fasilitas ngaji di Woro. Beberapa Ruang ngaji berdinding bambu mulai dibuat. Sisa sisa bangunan Assulaiman Janar dirobohkan untuk diambil material bangunannya yang masih bisa digunakan kembali. Puing puing temboknya pun diangkut ke Woro untuk material urugan.

Para ibu-ibu aktif dengan kegiatan JALIL WALIM (Jam’iyah Tahlil Wat ta’lim) nya. Dilaksanakan setiap Ahad Legi ba’da Dhuhur. Diikuti ratusan bahkan ribuan santriyah yang datang dari desa desa sekitar atau rombongan dari luar daerah. Bapak bapak dari desa desa sekitar juga aktif ngaji setiap malam ba’da maghrib. Semua santri Assulaiman berdatangan ngaji sebagai bentuk i’tirof dan pengakuan kebenaran apa yang dilakukan Mbah Yai.

Untuk menebus kesalahan dan membuktikan loyalitas mereka, Mbah Yai memberi tugas pada mereka untuk membentuk sebuah ikatan Organisasi Alumni Assulaiman. sebagai bukti nyata mereka diberi tugas untuk membangun sebuah Musholla. Para alumni benar benar membuktikan kesetiaannya pada Mbah Yai. Sebuah bangunan musholla mulai dibangun dari dana iuran alumni dan sumbangan dari masyarakat sekitar. Para alumni dan masyarakat sekitar berbondong meramaikan tempat ini.

Dari sini lah Ponpes As Sulaiman lahir kembali dengan lokasi baru suasana baru dan nama baru MA’HADUT THOLIBIN DARUL ISTIQOMAH (MTDI).

PKBA (Pendidikan Khusus Bahasa Alqur’an)

Kegiatan ngaji yang berjalan selama masa awal Darul Istiqomah memang hanya berpusat pada orang dewasa bapak bapak dan ibu ibu. Sementara anak anak usia SD – SMP belum mendapat tempat di Darul Istiqomah. Untuk itu Tahun 1997 Mbah Yai membuat program baru khusus anak anak usia sekolah.

PKBA (Pendidikan Khusus Bahasa Alqur’an) adalah sebuah program belajar khusus anak anak yang berorientasi pada dasar dasar ilmu Bahasa Arab. Mulai ilmu Shorof tingkat dasar, Tashrif, I’lal, ilmu Nahwu, dan Bahasa Arab diajarkan semuanya pada anak anak. Dengan modal ilmu alat ini diharapkan santri mendapat bekal yang cukup untuk mendalami Agama Islam kelak ketika mereka dewasa. Sebab Islam tak bisa dipisahkan dari Bahasa Arab yang merupakan bahasa Alqur’an dan Hadits.

Kegiatan yang dilaksanakan setiap hari mulai pukul 13.00 sampai 14.30 wib. ini diikuti oleh lebih dari 400 anak dari desa sekitar dan ada juga dari luar kecamatan. Kegiatan dimulai dengan doa, dilanjutkan dengan penyampaian materi yang berupa bait bait nadhom berbahasa Jawa dan Indonesia karya Mbah Yai saifuddin sendiri. Kegiatan ditutup dengan baris di halaman pesantren dipandu oleh Kang Tasrun, Ustadz Darul Istiqomah yang dengan semangatnya menata barisan santri. Para santri dengan ceria dan suara keras meneriakkan bait bait ilmu shorof dan nahwu yang baru saja diperolehnya. Baris dibubarkan dan santri pun boleh pulang.

Darul Istiqomah kembali menjadi pusat umat yang haus akan ilmu Islam sebagaimana Assulaiman dulu. Maklum saja karena waktu itu belum banyak lembaga pendidikan agama seperti saat ini. Didukung pula dengan saluran informasi Ponpes Darul Istiqomah yang secara cepat selalu update menyampaikan berbagai informasi dari Pesantren kepada masyarakat. Radio BARATAYUDA FM milik Ponpes Darul Istiqomah mengudara setiap hari menjembatani mereka yang berhalangan hadir ngaji ke pondok bisa mendengarkan siaran langsung ngaji Mbah Yai setiap hari.

Program PONSATA (Pondok Satu Tahun)

Tahun 2005 Mbah Yai kembali membuat program baru yang menarik masyarakat. Untuk menarik minat mondok/mukim para pemuda, beliau memprogramkan pesantren yang ditempuh hanya satu tahun. Dalam waktu satu tahun ini santri mendapat berbagai materi ilmu yang hanya bisa didapatkan di pesantren dan biasanya harus ditempuh dalam beberapa tahun. Aktifitas sehari hari santri hanya berpusat pada pendalaman ilmu. Hampir tak ada waktu istirahat yang longgar untuk santri bermain. Mulai waktu tahajjud hingga jam 10 malam para santri sibuk mengaji, musyawarah, lalaran, dan sorogan.

Kitab kitab yang dipelajari mulai dari yang paling dasar hingga menengah. Dari Jurumiyah hingga Alfiyah, Tashrif hingga Maqsud, I’lal, Jauharul Maknun hingga ilmu Manthiq. Fiqih Sullamul Munajat hingga Kasyifatussaja dan Fathul Qorib.

Sejak berdiri Ponpes Darul Istiqomah hingga tahun 2005, tahun terahir inilah yang paling banyak santri mukim. Biasanya santri mukim selalu pasang surut. Banyak yang memilih mbajaak. Namun untuk tahun ini hampir jarang yang mbajak. Santri mukim lebih dari 100 anak berusia SMA sampai usia Mahasiswa.

Membuka Sekolah Formal MTs-SA Darul Istiqomah (2009)

Perkembangan zaman dan modernisasi yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Diantara pengaruh yang ditimbulkan dalam bidang pendiddikan adalah merosotnya nilai nilai Islam yang selama ini ditanamkan pada masyarakat muslim. Hal ini juga didukung dengan merosotnya minat masyarakat muslim untuk menempuh pendidikan melalui pondok pesantren salaf.

Keinginan Ponpes Darul Istiqomah Woro untuk terus melestarikan budaya “salaf” ala pesantren, agaknya sedikit terhalang oleh perubahan pandangan sekelompok masyarakat terhadap dunia pendidikan. Sekolah formal dianggap satu satunya lembaga yang menjanjikan keberhasilan. Pandangan masyarakat yang keliru ini berdampak juga pada penurunan jumlah anak yang bersedia nyantri.

Darul Istiqomah tidak ingin anak anak bangsa lari begitu saja dari dunia pesantren dan terbawa pengaruh liberalisasi dan sekulerisasi sekolah umum. Untuk itu Darul Istiqomah mencoba menarik mereka kembali. Usaha men-salaf-kan sekolah modern harus dilakukan yaitu dengan cara mendirikan madrasah di dalam naungan Pesantren salaf.

Di bawah kepemimpinan K Hasan Bisri selaku ketua, Lembaga Pendidikan Ponpes Darul Istiqomah mulai bergerak menuju perkembangan dan perubahan yang cukup berarti. Pesantren mulai menyelenggarakan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun (Program Depag untuk pendidikan Setara SMP), dan Kelompok Belajar Paket C (Setara SMA).

Program yang dikelola oleh Seksi bidang Pendidikan Ponpes Darul Istiqomah Bapak Sunawi, S.Ag ini dirasa masih kurang efektif karena minat masyarakat pada pendidikan kesetaraan memang tidak seperti pada madrasah atau sekolah umum. Oleh karenanya pengurus sepakat untuk mendirikan sekolah formal setingkat SMP/MTs.

Kehendak Allah swt. memang tak dapat diduga duga. Ditengah usaha Darul Istiqomah untuk mendirikan sekolah formal ada program kemitraan Australia dan Indonesia melalui Departemen Agama yang akan memberikan bantuan dana pembangunan Madrasah Tsanawiyah di naungan pondok pesantren.

Melalui perjalanan panjang mulai pengajuan proposal, verifikasi, dsb. akhirnya tahun 2008 Darul Istiqomah ditetapkan oleh AIBEP (Australia Indonesia Basic Education Program) sebagai salah satu dari 504 pesantren penerima bantuan dana hibbah Australia se Indonesia.

Awal Tahun 2009 pembangunan dimulai. Dikerjakan oleh KPM (Komite Pembangunan Madrasah) yang diketuai oleh Bapak Sunawi, Sekretaris Gus Najih Surohuddin, Pak Masijan sebagai bendahara, dan Gus Ali siswanto yang mengurus administrasi keuangan. Dengan bimbingan konsultan dari AIBEP dan pengawasan PMU akhirnya pada 11 Desember 2009 bangunan senialai 1,1 milyar ini selesai dikerjakan.

Tahun 2010 MTs-SA Darul Istiqomah Islamic Boarding School diresmikan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI Jakarta. Acara peresmian MTs-SA dihelat bersamaan dengan Reuni Alumni Darul Istiqomah tanggal 19 Juni 2010 di halaman MTs-SA. Disaksikan oleh sekian ribu alumni, santri, dan masyarakat sekitar, acara peresmian yang ditandai pembukaan korden dan pelepasan balon ini berjalan lancar dan khidmat.

Angkatan pertama MTs-SA hanya mendapat 25 santri namun dalam tahun ketiga telah mencapai 190 santri. 90 % diantaranya bermukim di pesantren.

Membuka Madrasah Aliyah (2012)

Tahun ketiga MTs-SA menunjukkan perkembangan yang sangat baik. berkali kali menjuarai Porseni tingkat regional maupun Nasional. Tak ingin santri lulusan MTs-SA keluar tanpa bisa membimbing mereka hingga dewasa, Darul Istiqomah bertekad mendirikan Madrasah Aliyah sebagai kelanjutan dari MTs-SA.

Sabtu, 2 Juni 2012 dalam acara “Reuni Wisuda dan Pembukaan MA”, Darul Istiqomah mengumumkan membuka Madrasah Aliyah. Untuk angkatan pertama MA-SA mendapat 60 santri baru yang semuanya bermukim di pesantren.

K.H. Abdul Hamid Saifudin Zuhri Almusyafa'

Profil Pesantren

Nama Pesantren
:
Pondok Pesantren Darul Istiqomah
Pendiri
:
KH. Abdul Hamid Saifudin Zuhri A.
Tahun Berdiri
:
1984
Izin Pendirian
:
511.235.220034
Pengasuh Saat ini
:
KH. Abdul Hamid Saifudin Zuhri A.
Lokasi
:
Komplek Pesantren Desa Woro Kecamatan Kepohbaru Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur
Unit Pendidikan
:
Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah, Majlis Talim, Padepokan, Travel Umroh
Aliran Keagamaan
:
Ahlissunah wal jamaah, Asyariah, Syafiiyah, Ghozaliyah
Jumlah Santri Mukim
:
769 Santri
SK Ijin Operasional
:
Mm.20/05.00/PP.00.77/168/2002
Tgl SK Ijin Operasional
:
2015-12-31

Download App Web Pesantren

Nikmati Cara Mudah dan Menyenangkan Ketika Membaca Buku, Update Informasi Hanya Dalam Genggaman

Download App Web Pesantren

Nikmati Cara Mudah dan Menyenangkan Ketika Membaca Buku, Update Informasi Hanya Dalam Genggaman